Anggota Fraksi Partai Demokrat Rezka Oktoberia saat menyerahkan pandangan Fraksi Partai Demokrat pada Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Foto: Runi/Man

Nalarrakyat.comJakarta - Saat ini Indonesia dalam kondisi darurat masalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual terhadap perempuan, sebagaimana kekerasan terhadap kelompok difabel dan anak-anak, selalu berangkat dari cara pandang bahwa mereka layak menerima kekerasan karena kesalahan mereka sendiri yang tidak mengikuti kehendak patronnya.

 

Fraksi Partai Demokrat DPR RI mengungkapkan kekhawatiran tersebut menyadarkan tentang perlunya keseriusan masalah kekerasan seksual yang membutuhkan perhatian dari semua pihak, sehingga perlu adanya tindak lanjut dalam penegakan hukum yang konsisten sesuai dengan asas keadilan agar dapat memberikan kepastian hukum bagi korban dan pelaku. Terlebih, langkah-langkah preventif kekerasan seksual masih dianggap lemah dan membutuhkan manajemen pencegahan dan penanggulangan yang bersifat komprehensif.

 

“Pencegahan sebagaimana disebutkan dalam RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yaitu: segala tindakan atau usaha yang dilakukan untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan keberulangan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, perlu strategi yang bersifat komprehensif agar dapat memperkuat, mengoordinasikan, dan menyelaraskan upaya pencegahan kekerasan seksual secara berkelanjutan,” ujar juru bicara Fraksi Partai Demokrat Rezka Oktoberia dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).

 

Rezka menjelaskan, penjaminan hukum terhadap korban tindak kekerasan seksual selama ini dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang undangan tersebut antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjamin pemidanaan terhadap pelaku tindak pemerkosaan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

 

Akan tetapi, lanjut Anggota Komisi II DPR RI itu, salah satu permasalahan yang dihadapi terkait peraturan perundang-undangan mengenai kekerasan seksual di Indonesia adalah bahwa ketentuan-ketentuan ini masih diatur dalam peraturan-peraturan yang terpisah dan belum ada suatu peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang kekerasan seksual secara spesifik dan terintegrasi.

 

Dalam forum tersebut, Rezka mengungkapkan bahwa F-Demokrat mendukung RUU TPKS dengan beberapa catatan. Catatan tersebut diantaranya mendorong revitalisasi pada aspek penegakan hukum agar dapat memperkuat perlindungan terhadap saksi dan korban, serta peran aktif dalam proses pendampingan dan pemulihan kondisi korban kekerasan seksual.

 

“Fraksi Partai Demokrat memahami bahwa dalam upaya melindungi korban kekerasan seksual dan upaya pencegahan kekerasan seksual guna memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum harus didasari oleh sebuah peraturan perundang-undangan. Sehingga, Fraksi Partai Demokrat dapat menerima Rancangan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk menjadi usul inisiatif DPR RI dan untuk selanjutnya dibahas pada tingkat selanjutnya,” tutup Rezka. (hal/sf)