Polemik Tambang Nikel Raja Ampat: Korsu Lingkungan Aliansi BEM Se-Bogor, Uwais Thoriq Nabhan Angkat Bicara

Koordinator Isu bidang Lingkungan Aliansi BEM Se-Bogor, Uwais Thoriq Nabhan. (Foto: Dok/Ist).

Nalarrakyat, Jakarta - Koordinator Isu bidang Lingkungan Aliansi BEM Se-Bogor, Uwais Thoriq Nabhan, melontarkan kritik tajam terhadap operasi tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Dalam pernyataannya kepada media, Uwais menyebut aktivitas tersebut sebagai bentuk tindakan sembrono yang mempertaruhkan masa depan lingkungan, sosial, dan budaya Indonesia.

Hal ini disampaikannya dalam wawancara terkait isu tambang nikel pasca diberhentikan sementara oleh pemerintah, yang dinilai belum menyelesaikan akar persoalan.

“Ini bukan sekadar persoalan lingkungan, tetapi soal warisan, kedaulatan ekologi, dan tanggung jawab moral terhadap generasi mendatang. Raja Ampat bukan tanah tambang. Ia adalah pusat kehidupan laut dunia, kebanggaan bangsa, dan rumah bagi ratusan spesies endemik yang tidak tergantikan,” tegas Uwais, Rabu (11/6/2025).

Uwais menyoroti sejumlah kerusakan yang telah terjadi akibat aktivitas tambang, termasuk deforestasi masif, gangguan habitat burung cenderawasih, degradasi terumbu karang akibat sedimentasi, hingga penurunan kualitas air yang berdampak pada nelayan lokal. Ia juga menilai pemerintah dan korporasi telah gagal melibatkan masyarakat adat, pakar lingkungan, dan komunitas saintifik dalam pengambilan keputusan dan melakukan keputusan yang sembrono.

“Alih-alih membangun, tambang ini merusak. Pemerintah bertindak seolah waktu tidak penting, padahal waktu adalah musuh utama dalam pemulihan ekosistem,” tambahnya.

Menurut data Walhi dan Greenpeace Indonesia, lebih dari 400 hektare lahan hutan telah berubah menjadi kawasan tambang dalam satu dekade terakhir.

Aktivitas pertambangan, khususnya pertambangan nikel di Raja Ampat, telah menyebabkan pembukaan lahan hutan yang luas. Greenpeace Indonesia mencatat bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat telah mengakibatkan deforestasi hingga 500 hektare. 

Ini merupakan ancaman serius terhadap keseimbangan biodiversitas dan penurunan potensi ekonomi pariwisata yang sebelumnya menyumbang devisa dan lapangan kerja hijau.

Uwais menuntut penghentian total terhadap seluruh aktivitas pertambangan di wilayah sensitif Raja Ampat—baik yang izinnya telah dicabut maupun yang masih berlangsung, termasuk operasi PT Gag Nikel yang hingga kini terus berjalan.

“Kami menuntut pemberhentian secara total, evaluasi menyeluruh, serta akuntabilitas atas kerusakan yang sudah terjadi. Juga pemerintah harus mengubah cara pandangnya—dari sekadar hitung-hitungan jangka pendek menjadi keputusan berbasis ilmu, kalkulasi yang matang, dan nilai etis,” jelasnya.

Solusi Non-Template yang Ditawarkan

Uwais tidak hanya menyampaikan kritik, tetapi juga solusi konkret berupa Moratorium permanen di kawasan ekosistem kritis dan geopark dunia, disertai audit lingkungan independen yang melibatkan akademisi, masyarakat adat, dan ilmuwan.

Solusi selanjutnya yaitu redesign ulang peta investasi nasional berbasis zonasi ekologis, agar wilayah-wilayah kunci konservasi dikecualikan dari segala aktivitas ekstraktif.

Juga pemberdayaan ekonomi lokal berbasis ekowisata, energi terbarukan, dan riset laut tropis, bukan ekspor mineral mentah.

Penerapan “Ecological Accountability Framework”: setiap izin industri diwajibkan menyertakan jaminan pemulihan ekologis (ecological restoration bond) yang konkret.

Menanamkan Kepekaan Ekologis dalam Jiwa Bangsa Lebih jauh, Uwais menekankan bahwa kerusakan lingkungan adalah refleksi dari kesalahan berpikir kolektif bangsa: memperlakukan alam sebagai objek eksploitatif, bukan sebagai mitra hidup. Ia menyerukan agar pendidikan lingkungan tidak hanya jadi pelengkap kurikulum, tetapi menjadi kesadaran moral bangsa sejak dini.

“Indonesia tidak sedang kekurangan tambang, tapi kekurangan keberanian untuk menjaga apa yang bernilai. Raja Ampat bukan hanya gugusan pulau, tapi kompas moral kita: apakah kita masih layak menyebut diri sebagai bangsa yang cinta alam dan budaya?”

Sebagai bagian dari generasi muda yang tumbuh dalam bayang-bayang krisis iklim dan ekologi, Uwais berharap pemerintah segera menghentikan segala bentuk eksperimen merusak atas nama pembangunan. Ia mengajak semua elemen bangsa untuk berpikir ulang: apakah kita akan dikenang sebagai penjaga warisan dunia, atau sebagai generasi yang menghancurkannya?

Next Post Previous Post
Jasa ISBN